Sueneeng banget dikirimi madumongso dan wingko non-produksi industri rumahan oleh keluarga di Kabuh, Jombang, Jawa Timur. Baru kali ini merasakan wingko buatan perorangan, rasanya jauh lebih lezat, tentu.
Wingko terbuat dari kelapa parut muda dicampur tepung beras. Aku mengenalnya dengan nama Wingko Babat, dan kukira memang nama generiknya. Setelah dewasa aku baru sadar bahwa wingko yang sering kusantap dimasa kecilku kami beli di stasiun Babat, dalam perjalanan liburan ke rumah eyang ke Surabaya naik kereta api Limex atau Bima. Karena itu sering disebut Wingko Babat. Konon industri wingko di kota kecil Babat ini mendorong ekonomi di tempat itu.
Madumongso dibuat dari tape hitam difermentasi, santan dan gula jawa. Dulu biasa kujumpai dalam stoples eyang putriku saat lebaran. Kiriman keluargaku tadi sama legitnya dengan yang kuingat dari zaman eyang. Bedanya sekarang dibungkus dengan kertas crepe, zaman dulu kertas minyak warna-warna. Perbedaan lain adalah yang ini dilapisi plastik rekat (cling wrap) dulu sebelum bungkus crepe, sehingga minyak tidak menempel. Makanan jadul yang dibungkus dengan sentuhan modern (zaman dulu tak ada cling wrap).
Dari satu blog keluarga Cupang, Tulungagung (cupangkolam.wordpress.com), kutemukan resep madumongso. Kusalin plek persis seperti tertulis di blog tsb.:
Bahan :
1 kg ketan hitam dibikin tape
1/2 kg gula aren/Jawa
Santan dari 1 butir kelapa ukuran besar
Cara Pengolahan :
1. Rebus santan bersama gula aren/Jawa hingga mendidih dan berminyak, dalam bahasa Jawa disebut moto ulo.
2. Setelah rebusan bersifat moto ulo maka tape ketan bersama badeg nya (badeg adalah air hasil fermentasi tape) dimasukkan dan diaduk-aduk hingga bersifat kalis atau bisa dipilin. Air badeg ikut dimasukkan supaya menghasilkan aroma Madu Mongso yang khas.
3. Setelah adonan bisa dipilin, angkat dan dinginkan. Setelah dingin baru dibungkusi dengan kertas minyak atau plastik bercorak agar menarik.
No comments:
Post a Comment