Sunday, December 2, 2012

LOVE AT A 'FIRST' SIGHT: BLOK M

Kata 'first' diatas aku beri tanda kutip karena tentunya daerah pasar Blok M telah kukunjungi berkali-kali. Namun tidak dalam enam tujuh tahun belakangan ini (kecuali Pasar Raya). Maka aku agak kaget melihat betapa rentannya hatiku ternyata terhadap pesonanya. Hal ini sama sekali tak kuduga ketika memutuskan untuk ke Blok M, berburu warung kopi Aceh yang telah lama kudengar-dengar keberadaannya. What a pleasant surprise. Hadiah banget...

Di bawah ini beberapa foto hasil jalan-jalan tadi sore. Laporan pandangan mata lengkap akan kubagi dalam tempo sesingkat-singkatnya.

♥♥♥


Apakah karena usia mudanya, maka suaranya sungguh bening? Yang jelas, kuatlitasnya kategori T.O.P. Aku menyesal tak sempat ngobrol. Posenya dalam foto ini menyiratkan banyak hal. Aku terpukau lihat jarinya yang otomatis me'lentik' saat bertumpu pada kecapi bapaknya. Lalu kebaya yang longgar ini, punya siapa? Apakah milik sang emak? Apakah yang dirasakan sang Bapak? Ada ketegaran sekaligus apathy di raut wajahnya. Apa yang dipikirkan?


Pak Djohan, sesepuh Komunitas Eks Pedagang Buku Lawas Kwitang. Berusia 71 tahun, terlihat amat mencintai profesinya, dan percaya bahwa yang ia lakukan dan perjuangkan membawa manfaat. Ia juga adalah mentor yang baik bagi para pedagang sekelilingnya, menginspirasi, menunjukkan apa yang disebut excellence dan dedikasi. Great lesson.


Warung Bang Nasir yang nyaman. Di atas tertulis Warung Kopi Atjeh, di bawahnya,  Mie Aceh.... Hehehe, gak konsisten. Aku betah berlama-lama disini. Kalau sedang tak sibuk melayani, Bang Nasir menghibur tamu-tamunya, termasuk aku. Diperkenalkannya aku ke serombongan keluarganya yang baru datang dari Aceh. Diajak bercerita ke kiri kanan. Tiap kali aku mau bangkit pulang, ia bertanya "kenapa buru2, ini kan hari Minggu".... hahahah, aku serasa sedang mertamu ke tetangga..


Bang Nasir datang merantau ke Jakarta belasan tahun silam. Ketrampilan  yang membuatnya menekadkan diri mengadu nasib di Jakarta diwariskan dari ayah, menjual kopi dan mie aceh. Setelah berbelas tahun malang melintang di emper Aldiron dan beberapa tempat di kawasan Blok M lain akhirnya ia dapat tempat di Square ini. Setiap siang dan sesudah jam lima sore bermeja-meja dirubung langganan setia kopi dan mie acehnya.


Di tengah2 percakapan, sesekali ia bangkit dari kursinya dan melayani pembeli yang datang. Tak ada yang boleh menyentuh pembuatan kopi. "Ini tak ada ilmunya, bu. Jiwa harus melekat (sumpe, istilah dia sendiri lho), supaya kopi yang dibuat sedap".  Di Aceh, urusan kopi, memasak mie dan berjualan makanan minuman pada umumnya adalah ranah lelaki. Tapi di Jakarta ini istrinya ikut pegang peran. Ia bertanggung jawab untuk membuat mie dan masakan lainnya.


Kopi tentunya tanggung jawab bang Nasir.  "Saya tidak mengizinkan isteri saya pegang kopi bu, dikomplain melulu" katanya. Lalu aku tanya, memangnya ibu minum kopi. Dia sambil tersipu-sipu menjawab tidak, karena baru sadar, YA IYALAH, bagimana bisa bikin kopi yang pas kalau sendirinya tidak terbiasa minum kopi. Bang ini gimana yak....:-)


Bang Nasir bagian public relation, ngobrol dengan tamu sambil menyuguhkan teh. Ah, mampir di warung ini seperti sedang menenangga....Di atas ini aku yang  sedang dihibur oleh si Abang. Di sekelilingnya adalah  keluarganya yang sedang berkunjung ke Jakarta, dibawa oleh adiknya (duduk berbaju garis-garis) yang juga menjalankan kedai mie aceh dan kopi di daerah Setiabudi.


Pak Yos Jhon Freky juga exs Kwitang. Ia malu-malu waktu kuambil gambarnya. Mas Anton, pemilik kantin kopi dekat situ, meyakinkan Pak Yos "Lah, ini kan promosi, biar banyak yang datang kemari, beli buku, dan kopiku juga makin laris" katanya cengengesan, sambil tak lepas dari buku panjang saktinya yang mencatat utangan para pedagang buku. Waktu aku mendengar namanya aku bingung, kadang dipanggil Yos, kadang Jhon. Mas Anton menuntunku ke kartu unik menempel di dinding, tulisan tangan dalam huruf latin dan arab melingkari gadis manis eropa: Yos Jhon Preky. Dia ketawa lebar sekali menceritakan asal namanya. Ibunya asli Sumbar, Solok, tempat ia dibesarkan, tapi ayahnya dari Timur, dari Maluku. Nah, nama ini ayahnya yang kasi. Oh, Ok....


Kartu imut bertuliskan nama pak Yos Jhon Preky yang berhati imut juga walaupun bertampang rada sangar.


Mbak Rosa sudah berdagang disini hampir selama Blok M Square ini buka. Buka jam tujuh lebih, lewat tengah malam mereka baru berkemas2 pulang. Jam delapan ia dan adiknya Fitri (dalam foto pakai baju kotak-kotak) mulai belanja. Lalu pas jam 12 teng mereka mulai masak. Aku tidak kebayang berapa besar energi yang mereka harus punya untuk dapat melakukan ini semua. Lauknya saja berjumlah 32 macam lebih !!! Belum lagi melayani, menunggu pelanggan, berkemas dan potongan pekerjaan lainnya. Alhamdulillah mereka kuat. Terutama Fitri. Kalau ada tamu yang pesan minum, anak gadis manis mungil ini teriak dengan sangarnya sehingga suara trebelnya menyebrangi jalan, mencapai telinga penjaja minuman mitra mereka. "Teh botol doa boaaang" begitu misalnya...


Di mataku tumpukan snack ini begitu artistik. Hujan menggelegar, langit menghitam di luar jeruji pagar di bagian atas foto ini.


Beberapa penjahit Blok M terampil membuat kebaya, sehingga sering mendapat kehormatan untuk membuat gaun yang hanya dipakai sekali seumur hidup: baju pengantin. Seperti dara berkacamata yang fabulous ini, sedang mengepas kebaya putihnya yang mempunyai buntut panjang di bagian belakang.

No comments:

Post a Comment