Friday, May 31, 2013

Masakan Bugis Rumahan di Passer Koeningan (Bagian 1)


Namanya Bale Tapa. Badan bandeng pinggang ke bawah terbelah dua, membentuk kipas - begitu sexy di mataku. Lapisan merah cabai membaluri dagingnya yang tebal. Kukeluarkan duri halus satu persatu, mengangkat serpih daging ikan dari kulitnya yang dibakar utuh dengan sisiknya, lalu memasukkannya ke mulut. Ikan terasa baru keluar dari tambak, berasa matahari, garam laut dan asap pembakaran. Biasanya bagian perut kutinggalkan sampai terakhir. Bukan karena tak suka, sebaliknya, justru karena berlemak, lezat. (Kata pemasaknya, ia selalu menekan bandeng di bagian perut ketika membeli, memastikan tebal dagingnya.)

Setiap jengkal sambal yang melumuri ikan kupastikan bersih masuk mulut. BegItu istimewa, padahal di warung ini hanya dibuat dari garam dan cabai. Mungkin karena ikan terasa lemak segar, seperti baru diangkat dari air. Sejenak aku merasa sedang piknik duduk dalam dangau di atas tambak bandeng, kena semilir angin laut.

Tapi tidak. Aku sedang menikmati ikan yang dimasak ala Bugis, di Warung Desakoe Delima, di Passer Koeningan, semacam pujasera di Pasar Festival, Kuningan. Masakan yang menyihir saraf pengecapku tadi diproduksi dapur sempit di bagian belakang kios. Dapur dan konter pembayaran dibatasi jendela besar yang dihiasi korden. Warnanya hijau daun pisang, disibakkan ke samping kiri kanan seperti belahan poni, menyiratkan aura feminin. Tentu saja, kru warung Desaku Delima perempuan semua, dan bergantung pada jejari mumpuni satu koki perempuan yang sekaligus juga salah satu pemilik warung.

@@@

Sang koki perempuan bernama panjang: Andi Dewani Tenri Ampaulang, dipanggil Ani. Sekilas tak menggambarkan seseorang yang betah berkreasi dengan jahe, pala, dan teman2. Kostum standarnya celana selutut, kaos dengan tulisan metal di depannya dan sepatu olahraga. Terakhir kali aku bertemu dia, tulisan di T-shirtnya berteriak "Funk, Funk, Funk". Ia mengaku bahwa saat remaja ia dikenal tomboy.

Tapi ajak dia bicara masakan terutama dari daerah asalnya, Bugis, maka semua pori-pori tubuhnya mengeluarkan sisi keibuan. Matanya melembut, seperti layaknya perempuan berbicara tentang bayinya.


Jangan lupa ya membaca sambungannya Bagian 2..  
---------------------------------------------------------------------------

P/S: Semua foto masakan Andi Ani kuambil di warungnya dan di rumahku di rentangan waktu dari Juni tahun 2012 sampai pagi ini.


Keterangan gambar (seputar jarum jam):
Kiri atas: Bale Tapa Bandeng- bandeng dibelah masih bertulang dan bersisik, dibakar (dalam pembakaran unik spt dalam gambar)
Kanan atas: Sop Ubi, soto bugis berbahan baku singkong goreng.
Kanan tengah: Bale Nasu, ikan kuah asam dengan asam mangga.
Kanan bawah sekali: Bale Tapa dengan ikan salamata (kakap hitam) yang durinya lebih sedikit dari bandeng. Aku lebih suka bandeng karena lemaknya tebal walaupun duri banyak.
Kiri bawah: barongko, penganan pisang dihancurkan dengan telur dan santan dikukus dalam daun.
Kiri tengah: Kolak pisang istimewa dengan ketan hitam kukus

1 comment: