"Yan, bisa kirim orang gak buat jemput sesuatu untuk kamu?" begitu bunyi pesan masuk di selularku jam 7 malam kemarin. Aku segera mengirim utusan untuk menjemput yet another berkah ke rumah pemberi pesan, yang tak lain adalah sobat dari masa bayiku, Herda Jt Peleh. Tak jauh tempat tinggalnya, dan kurang dari 20 menit kemudian sang utusan kembali dengan sekantong kresek yang segera kami tuang ke atas meja.
Di bawah sinar lampu kuning meja makanku, isi kantong yang kami tumpahkan terlihat berkilau-kilau segar. Terdiri dari beberapa onggok jamur berbentuk kipas bertumpuk-tumpuk berdaging tebal dengan gurat dalam rapat di bagian belakang setiap helai "kipas". Jamur kipas? Bukan, disebut jamur tiram. Wanginya memenuhi ruang makanku yang mungil, segar karena - begitu cerita Herda- baru saja dipanen paginya.
Berbekalkan resep dari Herda, malam itu juga kami duduk melingkar meja menggunting-gunting jamur (yang sudah dicuci dan dilap bersih) menjadi ukuran setebal tiga jari, memasukkannya ke dalam kantong bening. Setelah menuangkan beberapa sendok tepung bumbu ke dalamnya dan serbuk bawang putih, kantong diguncang-guncang. Segera potongan jamur tersaput tepung dengan rata. Minyak panas merubah kepingan ini menjadi garing kecoklatan, kemriuk berderuk-deruk ketika dikunyah.
Kami -aku, Ajeng, mbak yang bantu2 kami di rumah, danKunthi Dewitri yang kebetulan berkunjung (yang memasuki pintu pas batch pertama yang kekuningan baru saja diangkat dari penggorengan), berpesta jamur dengan bahagia. Celupannya? Seperempat cup kecap maggie, minyak wijen dan potongan/serbuk cabe kering.
Kami berhenti sebelum kenyang betul, agar tak "jamuran" ..
No comments:
Post a Comment