Friday, June 7, 2013

MAYESTIK


Saya masuk Jakarta akhir tahun 80-an. Pasar yang paling sering saya kunjungi pasar Mayestik . Di mataku yang awam kota metropolitan ini, pasar seperti miniatur kota. Tak ubahnya seperti ucapan Ishai Golan, pembawa acara dan produser acara Market Value (National Geography): menurutnya jika kita ingin mempelajari suatu masyarakat dan budayanya, pasarlah tempatnya.

Semakin famiiliar saya dengan pojok-pojok Mayestik - dimana beli kecombrang, tali tambang, renda, korset; berkenalan dengan pramuniaga Toserba Esa Genangku; rajin berlangganan berbagai jajanan di depan Restoran Miramar dst - semakin pede saya akan pemahaman magnitude Jakarta. Saya yang dari kota kecil - Rumbai kemudian Bogor - menjadi gape berurusan dengan kompleksitas dan skala Jakarta.

Terakhir kali saya kemari, agak terhenyak melihat bangunan sederhana pasar yang pojok-pojoknya begitu akrab dengan saya sudah beralih rupa menjadi bangunan kubus hijau belang-belang kuning seperti kotak kue bika ambon Zulaika Medan.

Syukurlah saya masih bertemu dengan ketupat ketan rebus santan kesayangan di depan toko outlet Khong Guan yang tak berubah, di dekatnya masih bisa saya nikmati ayam bumbu rujak dijepit bambu mbak Tini (meneruskan bisnis almarhum ibunya), Kedai Selera favorit saya dengan lontong cap-gomeh dan pindang kudus andalannya masih pol aslinya, toko Nasional yang tak mengenal istilah layout toko, panci, rantang, cangkir enamel diletakkan di atas mesin jahit (yang ternyata punya orang, sedang direparasi).

Jiwa Mayestik yang seada-adanya, juga masih tak tersentuh, seperti terlihat di kios berjualan pecah belah dan keramik biru Belanda (pura-pura), yang di bawahnya ditimbuni bawang brambang (gambar kiri paling atas).

@@@@

Jokowi dalam buku berjudul namanya: JOKOWI, menulis pikirannya tentang pasar tradisional (hal. 122) :

"...saya juga merevitalisasi pasar-pasar tradisional dan menekan tumbuhnya jumlah supermarket dan tempat belanja modern. Solo adalah kota dengan potensi ekonomi kerarkyatan yang sangat kuat. Pedagang-pedagang kecil jumlahnya sangat banyak dan masyarakat kami juga masih menganut hidup yang kental dengan tradisi. Di antaranya, para ibu yang setia berbelanja ke pasar. Ekonomi berputar karena pedagang kecil di pasar terespon baik oleh apresiasi pembeli. Situasi indah ini tak boleh dirusak.

Modernisasi boleh ada, tapi itu tak boleh menciptakan shock kultur. Biarlah secara alamiah dan perlahan modernisasi akan menyentuh berbagai elemen kehidupan, termasuk perdagangan. "

@@@@

Besar harapan masyarakat kebanyakan Jakarta, agar (setelah bukti mengesankan di Solo) Jokowi teguh dengan kebijakan berkepihakan kepada rakyat banyak (non-korporasi) ini. Mall-mall tidak bertambah, dan pasar dirawat beserta segala nilai dan makna budayanya.

Amin


SELAMAT MERAYAKAN INDONESIA
Gerakan mengupload foto, status, video, note, link, cerita, anekdot, refleksi, renungan tentang hal-hil yang benyawa Indonesia, setiap Jumat di kabupaten Facebook.

7 Juni 2013

No comments:

Post a Comment