Saturday, June 1, 2013

SPLENDID INN dan MISSINEM





Tahun 2009 bulan Desember tanggal 19 lepas tengah hari, kami (aku, ibu dan adikku Dina), memasuki kota Malang. Beberapa jam ke depan, kami berputar-putar mencari penginapan. Nihil, tak satu kamarpun kosong. Ketika hari makin gelap kami semakin cemas. Ibu sampai dititipkan di suatu lobby hotel saking kelelahan, sementara aku dan Dina meneruskan perburuan. Hari itu semua kamar yang disewakan di Malang -baik di hotel, losmen, hostel - dipenuhi peserta kontingen Musabaqoh Tilawatil Quran se Jawa Timur (?) yang akan diadakan esok harinya.

Keberuntungan (dalam bayangan saya berupa dewi elok rupa yang baik hati), mengantar kami ke pintu bangunan tua, menarik, terawat, apa adanya, dengan selera interior yang rada ‘ada-ada saja’. Gerbang penginapan di samping hotel Tugu ini (yang tentu saja penuh juga hari itu), dilengkungi gapura besi disangkuti lampu kecil natal warna-warni membentuk tulisan: “SPLENDID INN”. Ini cinta pada pandangan pertama, saya kesengsem seketika. Dengan suara lirih -takut kecewa- kami menanyakan kamar kepada bapak resepsionis (berpakaian kemeja biasa tapi loyalitasnya terpancar jelas).

Kami dapat lotere - kamar satu-satunya yang tersisa dapat kami tempati malam itu.

Untuk harga yang diminta, kami tidak mengharapkan terlalu muluk. Kamar berstandar losmen, dengan perabotan yang tidak matching, memakai pelapis plywood dan belum pernah ditukar disainnya sejak almarhum Pak Adam Malik menjadi wakil presiden RI. Semua hal yang diperlukan untuk melengkapi setting penginapan antik ini, ada di sini. Dua kursi mengapit meja di depan setiap pintu, menghadap kebun, selayaknya kamar2 sewaan zaman mbiyen? Check. Termos made in China bergambar kembang dengan penyumbat dan tutup (bisa berfungsi sebagai cangkir) berwarna metal? Check. Nasi goreng berwarna merah dengan telor ceplok acar dan kerupuk udang? Check. Tempat tidur ekstra berupa dipan besi berkasur lipat seperti zaman kos-kosan? Check. Dengan kata lain, setting sempurna dan lengkap jika Splendid Inn ingin dipakai untuk latar belakang film bertahun 60 atau 70 an.

Kamar sederhana di penginapan bersahaja ini di mata kami memancarkan jiwa, berkarakter, sehingga bukan hanya aku, Dina dan ibukupun merasa nyaman di Splendid Inn. Semua terasa genuine, tidak kenes atau 'berusaha terlalu keras'.

Ternyata surprisenya belum selesai. Ekstra kejutannya muncul dalam bentuk seorang ibu pemijat berusia 50 tahun (kami semua kepayahan, membutuhkan jasanya). Ia berdandan serasi: blus, sepatu, sampai payungnya senada. Sang ibu ini minta dipanggil Missinem.

Sejak suaminya meninggal beberapa puluh tahun lewat Missinem menyambung hidup, membiayai anak2nya dengan memijat. Walaupun aku bersimpati dengan ceritanya, ini masih biasa. Banyak wanita lain mengalami hal yang sama dan harus berjuang.

Yang istimewa adalah bahwa Missinem muncul di teve hampir setiap minggu.

Sepanjang hidupnya Missinem bermimpi untuk masuk teve (atau tipi, begitu Missinem melafalkannya). Lima tahun sebelum ulang tahun ke 50 ia memutuskan untuk bergabung dengan grup ludruk kondang yang tampil di teve secara teratur. Agar dapat mengimbangi performance teman-teman segrupnya, Missinem masuk sanggar tari. Ia juga melatih ketrampilannya dengan terus berlatih di semua kegiatan sehari-hari. Sambil memijat punggung, misalnya, ia ‘nyambi’ memutar leher atau melemaskan bahu (pelanggannya mungkin tak sadar pemijatnya menari di belakangnya). Missinem juga menunjukkan kepada kami bagaimana ia melatih goyangannya sambil menguleg sambal. Kami tak henti tergelak-gelak mendengar ceritanya. Missinem memang lucu. Tapi di atas itu,di mataku, ia amat inspiratif. Keteguhannya mewujudkan mimpi menyemangatiku.

Saat berkunjung ke Malang terakhir kali aku sempat menanyakan ke Splendid Inn apakah Missinem masih aktif dan sehat. Alhamdulillah, jawabannya positif. Tapi aku tidak heran. Seseorang seperti Missinem Insyaallah diberi sehat selalu, lahir dan bathin.

Splendid, indeed.

---------------------------------------------------------------
Keterangan gambar:
Kiri atas: Ibuku di meja resepsionis. Lobby merangkap ruang makan pagi.
Kanan atas: ruang tamu di bangunan utama - perhatikan kusen membingkai bukaan dinding yang ber"gema" di dinding-dinding berikutnya ke belakang.
Kanan bawah: Pintu lobby dari depan. Ini bagian yang kugambarkan sebagai rada 'ada-ada saja'.
Kiri bawah: kamar di bangunan utama. Perhatikan sandal yang berderet-deret di depan pintu. Berapa orang satu kamar? 




 

No comments:

Post a Comment