Monday, June 3, 2013

PAK IIE, MENGUKUR JALAN MENUAI HARAPAN



Bapak Iie (gambar atas)  pedagang sapu dan perabot bambu ini sudah 25 tahun bekerja pada boss yang sama.  Tadinya induk semang Pak Iie yang asli Tasikmalaya ini sang ayah. Setelah meninggal, diturunkan ke anaknya. Pak Iie mengaku senang bekerja pada keluarga semangnya, dan tidak berencana ingin berbisnis sendiri. (foto kuambil Agustus 2012 di Bogor Baru, Bogor).

Beratus tahun pekerjaan berdagang keliling ini merupakan pilihan sebagian besar rakyat Indonesia karena "barriers to entry' (penghalang masuk) nya yang relatif rendah -  tak terlalu memerlukan keahlian, pengetahuan serta modal tinggi. (Foto bawah diambil sekitar tahun 1890-an, koleksi Tropen Museum).

@@@

Beberapa waktu terakhir ini aku sempat mengamati foto-foto koleksi museum tersebut. Sepintas eksotis, merekam berbagai aspek sehari-hari bangsa kita: berbelanja, berjualan, mengasuh anak dst. Namun aura suram, muram tersirat kuat dari foto-foto tersebut. Mengapa ya? Oh iya.... itu kan saat-saat kita terjajah!

Bertahun-tahun dicekoki pelajaran sejarah, terus terang aku tak langsung paham merananya jadi bangsa terjajah. Dampak melihat foto-foto zaman kolonial ini jauh lebih powerful bagiku dalam meresapi arti jadi bangsa merdeka.

Contoh: dalam banyak foto, bahasa tubuh dalam interaksi kedua bangsa ini menunjukkan mana yang berkuasa dan siapa yang dikuasai. Dalam foto yang merekam kunjungan pejabat Belanda ke satu instansi, misalnya, sang londo akan duduk tegak, terlihat megah. Sementara pribumi yang mendampingi, walaupun berkedudukan relatif tinggi, tapi memancarkan bahasa tubuh yang  submissive, merunduk, meng-inferiorkan diri.  Kadang bahkan tidak melihat ke arah kamera. Berbagai pose, sedang berjualan, berbelanja, membatik, mengasuh anak, dst., diwarnai air muka yang terlihat sedih. Atau ini imajinasiku saja?

@@@

Well, Pak Iie mungkin saja sudah 25 tahun berjualan barang yang sama, dan tidak punya ambisi besar. Tapi anak2nya bersekolah tinggi, sekarang bekerja baik dan patungan membantu biaya hidup Pak Iie dan isteri.  Apapun kontribusi setiap manusia Indonesia melalui jalan yang dipilihnya; tukang bakso, pemijat, pedagang keliling, dosen, juru gambar dst. - di udara merdeka ini, kita punya sesuatu yang amat berharga: dignity, martabat.

Dan harapan.


No comments:

Post a Comment